PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KARANG TARUNA
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2013
TENTANG
PEMBERDAYAAN KARANG TARUNA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota perlu disusun norma,
standar, prosedur, dan kriteria pemberdayaan karang taruna;
- untuk memperluas dan
meningkatkan pemberdayaan karang taruna oleh Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, diperlukan adanya
acuan untuk melaksanakan pemberdayaan karang taruna;
- bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Sosial tentang Pemberdayaan Karang Taruna;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang – Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
- Undang-Undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4967);
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5430);
- Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4578);
- Peraturan Pemerintah Nomor 65
tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);
- Peraturan Pemerintah Nomor 79
tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
- Peraturan Pemerintah Nomor 3
Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada
Pemerintah, Laporan Keterangan Penyelenggaraan Kepala Daerah DPRD, dan
Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 19, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4693);
- Peraturan Pemerintah Nomor 7
Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4816);
- Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
- Peraturan Pemerintah Nomor 39
Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5294);
- Peraturan Presiden Nomor 5
Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun
2010-2014;
- Peraturan Menteri Sosial Nomor
129/HUK/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Sosial Daerah
Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota;
- Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 73 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan Evaluasi Kinerja
Pemerintahan Daerah;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI SOSIAL TENTANG PEMBERDAYAAN KARANG TARUNA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Karang Taruna adalah organisasi
sosial kemasyarakatan sebagai wadah dan sarana pengembangan setiap anggota
masyarakat yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung
jawab sosial dari, oleh, dan untuk masyarakat terutama generasi muda di
wilayah desa atau kelurahan atau nama lain yang sejenis terutama bergerak
di bidang penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
- Anggota Karang Taruna yang
selanjutnya disebut warga Karang Taruna adalah setiap anggota masyarakat
yang berusia 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 45 (empat puluh lima)
tahun yang berada di desa atau kelurahan atau nama lain yang sejenis.
- Pengurus kecamatan/kabupaten/provinsi/nasional
karang taruna adalah wadah atau sarana kerja sama Pengurus Karang Taruna,
dalam melakukan komunikasi, informasi, konsultasi, koordinasi,
konsolidasi, dan kolaborasi, sebagai jejaring sosial Pengurus Karang
Taruna Kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.
- Majelis Pertimbangan Karang
Taruna yang selanjutnya disingkat dengan MPKT adalah wadah berhimpun
mantan pengurus Karang Taruna dan tokoh masyarakat lain yang berfungsi
memberikan nasihat, masukan, saran dan/atau pertimbangan untuk kemajuan
Karang Taruna.
- Kesejahteraan Sosial adalah
kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga
negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya.
- Penyelenggaraan kesejahteraan
sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang
dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk
pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang
meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan
perlindungan sosial.
- Pemberdayaan Karang Taruna
adalah suatu proses pengembangan dan peningkatan kemampuan, kesempatan dan
kewenangan kepada Karang Taruna untuk memecahkan masalah dan mengembangkan
potensinya, melalui pemanfaatan berbagai sumber baik sumber daya manusia,
sumber daya alam, dan sumber daya sosial yang ada.
Pasal 2
Pemberdayaan
Karang Taruna dimaksudkan untuk menumbuhkan, meningkatkan, dan mengembangkan
upaya Karang Taruna melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial terutama
generasi muda di desa atau kelurahan atau nama lain yang sejenis secara
terpadu, terarah, menyeluruh, dan berkelanjutan.
Pasal 3
Pemberdayaan Karang Taruna bertujuan :
- meningkatkan kapasitas sumber
daya manusia Karang Taruna;
- meningkatkan kelembagaan Karang
Taruna;
- mengembangkan aktivitas Karang
Taruna;
- meningkatkan sarana dan
prasarana kegiatan Karang Taruna; dan
- mengembangkan jejaring kerja
Karang Taruna.
Pasal 4
Ruang
lingkup peraturan ini mengatur mengenai pemberdayaan Karang Taruna dan
pengelolaan sumber daya Karang Taruna.
BAB II
KELEMBAGAAN KARANG TARUNA
Bagian Kesatu
Asas dan Tujuan
Pasal 5
Karang
Taruna berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia 1945.
Pasal 6
Karang Taruna bertujuan untuk mewujudkan :
- pertumbuhan dan perkembangan
setiap anggota masyarakat yang berkualitas, terampil, cerdas, inovatif,
berkarakter serta memiliki kesadaran dan tanggung jawab sosial dalam
mencegah, menangkal, menanggulangi, dan mengantisipasi berbagai masalah
kesejahteraan sosial, khususnya generasi muda;
- kualitas kesejahteraan sosial
setiap anggota masyarakat terutama generasi muda di desa atau kelurahan
atau nama lain yang sejenis secara terpadu, terarah, menyeluruh serta
berkelanjutan;
- pengembangan usaha menuju
kemandirian setiap anggota masyarakat terutama generasi muda; dan
- pengembangan kemitraan yang
menjamin peningkatan kemampuan dan potensi generasi muda secara terarah
dan berkesinambungan.
Bagian Kedua
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi
Pasal 7
Karang
Taruna berkedudukan di desa atau kelurahan atau nama lain yang sejenis di dalam
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 8
Karang
Taruna memiliki tugas bersama-sama dengan Pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota,dan masyarakat untuk menyelenggarakan pembinaan
generasi muda dan menyelenggarakan kesejahteraan sosial.
Pasal 9
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Karang Taruna
mempunyai fungsi:
- mencegah timbulnya masalah
kesejahteraan sosial, khususnya generasi muda;
- menyelenggarakan kesejahteraan
sosial meliputi rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, jaminan sosial,
dan pemberdayaan sosial, serta diklat setiap anggota masyarakat terutama
generasi muda;
- meningkatkan Usaha Ekonomi
Produktif;
- menumbuhkan, memperkuat, dan
memelihara kesadaran dan tanggung jawab sosial setiap anggota masyarakat
terutama generasi muda untuk berperan secara aktif dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial;
- menumbuhkan, memperkuat, dan
memelihara kearifan lokal; dan
- memelihara dan memperkuat
semangat kebangsaan, Bhineka Tunggal Ika, dan tegaknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Bagian Ketiga
Keorganisasian, Keanggotaan, dan Kepengurusan
Pasal 10
- Keorganisasian Karang Taruna
berada di desa atau kelurahan atau nama lain yang sejenis yang
diselenggarakan secara otonom oleh warga Karang Taruna setempat.
- Untuk melaksanakan koordinasi,
komunikasi, informasi, konsultasi, koordinasi, dan kerja sama, dibentuk
pengurus karang taruna di kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan
nasional sebagai sarana organisasi karang taruna yang pelaksanaannya
melalui para pengurus di setiap lingkup wilayah.
- Karang Taruna dan/atau pengurus
karang taruna kelurahan/kecamatan/kabupaten/provinsi/nasional dapat
membentuk wadah yang menghimpun para tokoh masyarakat, pemerhati Karang
Taruna, dunia usaha akademisi, dan potensi lainnya yang memberikan
dukungan terhadap kemajuan Karang Taruna, yang mekanisme pembentukannya
diatur melalui keputusan Pengurus Karang Taruna Nasional dan
dipertanggungjawabkan pada Rapat Kerja Nasional.
Pasal 11
Untuk
melaksanakan tugas dan fungsi Karang Taruna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
dan Pasal 9, dibentuk Majelis Pertimbangan Pengurus Karang Taruna yang terdiri
atas para mantan pengurus dan mantan pembina yang memiliki fungsi konsultasi
dan pengarah bagi kepengurusan Karang Taruna dan kepengurusan Pengurus Karang
Taruna.
Pasal 12
- Keanggotaan Karang Taruna
menganut sistem stelsel pasif yang berarti seluruh anggota masyarakat yang
berusia 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 45 (empat puluh lima) tahun
dalam lingkungan desa atau kelurahan atau nama lain yang sejenis merupakan
warga Karang Taruna.
- Warga Karang Taruna sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), mempunyai hak dan kewajiban yang sama tanpa
membedakan asal keturunan, golongan, suku dan budaya, jenis kelamin,
kedudukan sosial, pendirian politik, dan agama.
Pasal 13
(1) Pengurus
Karang Taruna dipilih secara musyawarah dan mufakat oleh Warga Karang Taruna
setempat dan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
- bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa;
- setia dan taat sepenuhnya
kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
- memiliki pengalaman dan aktif
dalam kegiatan Karang Taruna;
- memiliki pengetahuan dan
keterampilan berorganisasi, kemauan, kemampuan, dan pengabdian dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial; dan
- berumur 17 (tujuh belas) tahun
sampai dengan 45 (empat puluh lima) tahun.
(2)
Kepengurusan Karang Taruna desa atau kelurahan atau nama lain yang sejenis
dipilih, ditetapkan, dan disahkan dalam musyawarah warga Karang Taruna di desa
atau kelurahan atau nama lain yang sejenis dan dikukuhkan oleh kepala desa atau
kelurahan atau nama lain yang sejenis setempat, dengan masa bhakti 3 (tiga)
tahun.
(3)
Kepengurusan pengurus Karang Taruna dipilih, ditetapkan, dan disahkan dengan
ketentuan sebagai berikut :
- pengurus Karang Taruna
kecamatan dipilih, ditetapkan, dan disahkan melalui temu karya pengurus
Karang Taruna di kecamatan dan dikukuhkan oleh camat setempat, dengan masa
bhakti 5 (lima) tahun;
- pengurus Karang Taruna
kabupaten/kota dipilih, ditetapkan, dan disahkan dalam temu karya Karang
Taruna kabupaten/kota dan dikukuhkan oleh bupati/walikota, dengan masa
bhakti 5 (lima) tahun;
- pengurus Karang Taruna provinsi
dipilih, ditetapkan dan disahkan dalam temu karya Pengurus Karang Taruna
provinsi dan dikukuhkan oleh gubernur setempat dengan masa bhakti 5 (lima)
tahun; dan
- pengurus Karang Taruna Nasional
dipilih, ditetapkan dan disahkan dalam temu karya nasional Pengurus Karang
Taruna dan dikukuhkan oleh Menteri Sosial, dengan masa bhakti 5 (lima)
tahun.
Bagian Keempat
Mekanisme Kerja
Pasal 14
- Karang Taruna bersifat otonom,
sosial, terbuka, dan berskala lokal.
- Mekanisme hubungan kerja antara
Karang Taruna dengan Pengurus Karang Taruna di kecamatan, kabupaten/kota,
provinsi, dan Nasional bersifat koordinatif, konsultatif, dan kolaboratif
secara fungsional.
- Hubungan kerja antarpengurus
Karang Taruna bersifat koordinatif, kolaboratif, konsultatif, dan
kemitraan fungsional secara vertikal.
- Hubungan kerja antarpengurus
Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan melalui Rapat
Kerja Nasional Pengurus Karang Taruna.
Pasal 15
- Hubungan kerja antara Karang
Taruna desa atau kelurahan atau nama lain yang sejenis dengan kepala desa
atau lurah atau nama lain yang sejenis bersifat pembinaan.
- Hubungan kerja Karang Taruna
dan Pengurus Karang Taruna kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan
Nasional dengan Kementerian Sosial dan instansi sosial daerah bersifat
pembinaan fungsional.
- Hubungan kerja antarpengurus
Karang Taruna kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional dengan
instansi/lembaga/organisasi lainnya bersifat kemitraan.
Bagian Kelima
Program Kerja
Pasal 16
Setiap
Karang Taruna bertanggung jawab untuk menetapkan program kerja berdasarkan
mekanisme, potensi, sumber, kemampuan, dan kebutuhan Karang Taruna setempat.
Pasal 17
- Program Kerja Karang Taruna
terdiri atas pembinaan dan pengembangan generasi muda, penguatan
organisasi, peningkatan usaha kesejahteraan sosial, usaha ekonomi
produktif, rekreasi olahraga dan kesenian, kemitraan, dan lain-lain sesuai
kebutuhan.
- Program kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disusun sebagai hasil musyawarah/mufakat
berdasarkan rencana jangka pendek, menengah, dan panjang.
- Karang Taruna sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat membentuk unit teknis untuk
melaksanakan program kerja.
BAB III
PEMBERDAYAAN KARANG TARUNA
Bagian Kesatu
Klasifikasi Karang Taruna
Pasal 18
Klasifikasi Karang Taruna, terdiri atas:
a. Karang
Taruna Tumbuh;
b. Karang
Taruna Berkembang;
c. Karang
Taruna Maju; dan
d. Karang
Taruna Percontohan.
Pasal 19
- Karang Taruna Tumbuh
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a merupakan Karang Taruna pada
umumnya, yang secara formal telah tumbuh dan telah ada susunan kepengurusannya,
namun kegiatannya masih sangat sederhana, bersifat rekreatif, dan belum
terprogram secara terarah.
- Karang Taruna Berkembang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b merupakan Karang Taruna pada
umumnya,yang secara organisatoris maupun administratif sudah teratur, dan
terpola dengan mekanisme/tata kerja yang teratur dan sistematis.
- Karang Taruna Maju sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 huruf c, merupakan Karang Taruna pada umumnya yang
secara organisatoris, administratif, kepengurusan dan programnya telah
berjalan dengan baik, teratur, berkesinambungan, dan mempunyai prospek
program yang jelas.
- Karang Taruna Percontohan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf d, merupakan Karang Taruna pada
umumnya, yang secara organisatoris, administratif, kepengurusan dan
programnya telah berjalan dengan baik, teratur, berkesinambungan, dan
mempunyai prospek program yang jelas, serta telah mengembangkan
program-program yang menciptakan generasi muda dilingkungannya untuk mampu
berpartisipasi mengembangkan program pembangunan nasional yang diperlukan
oleh lingkungannya.
Bagian Kedua
Kategori Pemberdayaan Karang Taruna
Pasal 20
Kategori Pemberdayaan Karang Taruna meliputi :
a.
Penumbuhan Karang Taruna;
b.
Pengembangan Karang Taruna; dan
c.
Peningkatan Karang Taruna.
Pasal 21
- Penumbuhan Karang Taruna
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a merupakan upaya yang terencana
mendukung terciptanya situasi, kondisi, dan kegiatan untuk
menumbuhkembangkan kesadaran generasi muda, warga masyarakat akan pentingnya
Karang Taruna sebagai wahana penyelenggaraan kesejahteran sosial terutama
pembinaan generasi muda di desa atau kelurahan atau nama lain yang
sejenis.
- Pengembangan Karang Taruna
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b merupakan upaya yang terencana
mendukung terciptanya situasi, kondisi, dan kegiatan untuk mengembangkan
kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan Karang Taruna.
- Peningkatan Karang Taruna
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c merupakan upaya yang terencana
mendukung terciptanya situasi, kondisi, dan kegiatan untuk meningkatkan
kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan Karang Taruna.
Bagian Ketiga
Tahapan Pemberdayaan Karang Taruna
Pasal 22
Tahapan Pemberdayaan Karang Taruna meliputi :
a. persiapan
pemberdayaan;
b. pelaksanaan
pemberdayaan; dan
c.
pendayagunaan berkelanjutan.
Pasal 23
(1)
Persiapan pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a meliputi :
a.
sosialisasi program;
b. persiapan
sosial;
c. proses
penyadaran; dan
d.
perencanaan partisipatif.
(2)
Sosialisasi program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
kegiatan membuka, mengembangkan wawasan, dan kesadaran pengurus, warga Karang
Taruna, dan masyarakat mengenai pemberdayaan Karang Taruna.
(3)
Persiapan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kegiatan
untuk membangkitkan kesadaran Karang Taruna dan masyarakat tentang potensi
Karang Taruna sebagai pelaku atau agen pembangunan sehingga masyarakat bersedia
terlibat di dalam proses kegiatan mulai dari perencanaan sampai evaluasi
program.
(4) Proses
penyadaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan suatu proses
untuk menumbuhkan kesadaran kepada Karang Taruna, dan masyarakat tentang
keberadaan atau eksistensi organisasi Karang Taruna, agar warga dan pengurus
Karang Taruna serta masyarakat lebih memahami keberadaan organisasi Karang
Taruna, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan Karang Taruna, sistem nilai atau
norma yang dipakai Karang Taruna.
(5)
Perencanaan partisipatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan
suatu upaya melibatkan warga, pengurus Karang Taruna, dan masyarakat secara
sistematis untuk merencanakan kegiatan dalam rangka memecahkan masalah yang
dihadapi.
Pasal 24
(1)
Pelaksanaan Pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b meliputi:
a.
peningkatan manajemen organisasi Karang Taruna;
b.
peningkatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial Karang Taruna;
c.
peningkatan Usaha Ekonomi Produktif Karang Taruna;
d.
peningkatan kegiatan rekreatif, olah raga, kesenian, dan edukatif Karang
Taruna; dan
e.
pengembangan jejaring kerja Karang Taruna.
(2)
Peningkatan manajemen organisasi Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dimaksudkan agar Karang Taruna mampu menyusun suatu program kerja
yang realistis sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan serta tantangan yang
ada, melalui partisipasi warga Karang Taruna dan masyarakat.
(3)
Peningkatan penyelenggaraan kesejahteraan sosial Karang Taruna sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dimaksudkan agar penyelenggaraan kesejahteraan
sosial yang dilaksanakan Karang Taruna meningkat baik secara kualitas maupun
kuantitas.
(4)
Peningkatan Usaha Ekonomi Produktif Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dimaksudkan agar usaha ekonomi produktif yang dilaksanakan Karang
Taruna meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas.
(5)
Peningkatan kegiatan rekreatif, olah raga, kesenian, dan edukatif Karang Taruna
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dimaksudkan agar kegiatan rekreatif,
olah raga, kesenian, dan edukatif Karang Taruna meningkat baik secara kualitas
maupun kuantitas.
(6)
Pengembangan jejaring kerja Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e dimaksudkan agar jejaring kerja Karang Taruna berkembang baik dengan
masyarakat, dunia usaha, maupun Pemerintah.
Pasal 25
Pendayagunaan
berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c dilaksanakan melalui
pemberian kesempatan, kewenangan melaksanakan program sesuai kemampuan dan
kebutuhan.
Pasal 26
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tahapan pemberdayaan karang taruna diatur dengan
Peraturan Direktur Jenderal.
BAB IV
PENGELOLAAN SUMBER DAYA
Bagian Kesatu
Sumber Daya Manusia
Pasal 27
Sumber daya
manusia dalam pelaksanaan pemberdayaan Karang Taruna meliputi:
a. pembina
b. petugas
pengelola kegiatan;
c.
pendamping Karang Taruna; dan
d. pengurus
Karang Taruna.
Pasal 28
(1) Pembina
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a meliputi :
a. Pembina
Utama Karang Taruna;
b. Pembina
Umum Karang Taruna;
c. Pembina
Fungsional Karang Taruna; dan
d. Pembina Teknis
Karang Taruna.
(2) Pembina
Utama Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dijabat oleh
Presiden Republik Indonesia.
(3) Pembina
Umum Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas :
a. tingkat
Pusat dijabat oleh Menteri Dalam Negeri;
b. tingkat
provinsi dijabat oleh gubernur;
c. tingkat
kabupaten/kota dijabat oleh bupati/walikota;
d. tingkat
kecamatan dijabat oleh camat; dan
e. tingkat
desa atau kelurahan atau nama lain yang sejenis dijabat oleh kepala desa atau
lurah atau nama lain yang sejenis.
(4) Pembina
Fungsional Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. tingkat
Pusat dijabat oleh Menteri Sosial;
b. tingkat
provinsi dijabat oleh kepala dinas/instansi sosial provinsi;
c. tingkat kabupaten/kota
dijabat oleh kepala dinas/instansi sosial kabupaten/kota; dan
d. tingkat
kecamatan dijabat oleh kepala seksi kesejahteraan sosial kecamatan.
(5) Pembina
Teknis Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas :
a. tingkat
Pusat dilaksanakan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian;
b. tingkat
provinsi dilaksanakan oleh dinas/instansi terkait tingkat provinsi; dan
c. tingkat
kabupaten/kota dilaksanakan oleh dinas/instansi terkait tingkat kabupaten/kota;
Pasal 29
(1) Petugas
pengelola kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b merupakan pelaku
yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pemberdayaan Karang Taruna pada
institusinya.
(2) Petugas
pengelola kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. petugas
pengelola kegiatan Pusat dilaksanakan oleh Kementerian Sosial;
b. petugas
pengelola kegiatan provinsi dilaksanakan oleh dinas/instansi sosial provinsi;
dan
c. petugas
pengelola kabupaten/kota dilaksanakan oleh dinas/instansi sosial kabupaten/kota.
Pasal 30
Pendamping
Karang Taruna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf c meliputi:
a. Tenaga
Kesejahteraan Sosial Kecamatan;
b. Pekerja
Sosial Profesional; dan
c. Tokoh
Masyarakat sebagai anggota Majelis Pertimbangan Karang Taruna.
Pasal 31
Pengurus
Karang Taruna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d merupakan Pengurus
Karang Taruna yang dipilih, ditetapkan, dan disahkan dalam musyawarah Warga
Karang Taruna di desa atau kelurahan atau nama lain yang sejenis dan dikukuhkan
oleh kepala desa atau lurah atau nama lain yang sejenis setempat.
Bagian Kedua
Sarana dan Prasarana
Pasal 32
Sarana dan
prasarana dalam pelaksanaan pemberdayaan karang taruna meliputi:
a.
perlengkapan kesekretariatan Karang Taruna;
b. sarana
dan prasarana penyelenggaraan kesejahteraan sosial Karang Taruna;
c. sarana
dan prasarana usaha ekonomi produktif Karang Taruna;
d. sarana
dan prasarana kegiatan rekreasi, olah raga, kesenian, dan edukasi Karang
Taruna;
e. sarana
pengembangan jejaring kerja Karang Taruna; dan
f. sarana
operasional Karang Taruna lainnya.
Pasal 33
(1)
Perlengkapan kesekretariatan Karang Taruna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
huruf a meliputi peralatan dan tempat sekretariat untuk mendukung kelancaran
Karang Taruna.
(2) Sarana
dan prasarana penyelenggaraan kesejahteraan sosial Karang Taruna sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 huruf b meliputi peralatan dan tempat untuk mendukung
kelancaran penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang dilaksanakan Karang
Taruna.
(3) Sarana
dan prasarana usaha ekonomi produktif Karang Taruna sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 huruf cmeliputi peralatan, bahan, dan tempat yang diperlukan untuk
mendukung kelancaran pengelolaan usaha ekonomis produktif Karang Taruna.
(4) Sarana
dan prasarana rekreasi, olah raga, kesenian, dan edukasi Karang Taruna
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf dmeliputi peralatan dan tempat yang
diperlukan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan rekreasi, olah raga,
kesenian, dan edukasi yang diselenggarakan Karang Taruna.
(5) Sarana
dan prasarana pengembangan jejaring kerja Karang Taruna sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 huruf e meliputi peralatan dan kegiatan yang diperlukan untuk
mengembangkan komunikasi dan jejaring kerja Karang Taruna dengan berbagai pihak
terkait.
(6) Sarana
dan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf f meliputi
sarana pendukung operasional guna memperlancar kegiatan Karang Taruna.
BAB V
KEWENANGAN
Bagian Kesatu
Pemerintah
Pasal 34
Menteri
Sosial memiliki kewenangan :
a. menetapkan
pedoman umum Karang Taruna;
b.
menetapkan standar dan indikator secara nasional;
c. melakukan
program percontohan;
d.
memberikan stimulasi;
e.
memberikan penghargaan;
f. melakukan
sosialisasi;
g. melakukan
pemantauan;
h.
melaksanakan koordinasi; dan
i.
memantapkan sumber daya manusia.
Bagian Kedua
Provinsi
Pasal 35
Gubernur
memiliki kewenangan:
a.
melaksanakan pembinaan teknis dan mengoordinasi pemutakhiran pendataan Karang
Taruna tingkat provinsi;
b.
melaksanakan hasil kajian, penelitian, dan pengembangan kebijakan pemberdayaan
Karang Taruna di tingkat Provinsi sejalan dengan yang ditetapkan Pemerintah;
c.
melaksanakan persiapan pemberdayaan Karang Taruna yang terdiri dari sosialisasi
program pemberdayaan Karang Taruna untuk tingkat Provinsi, persiapan sosial,
proses penyadaran dan perencanaan partisipatif dalam rangka pemberdayaan Karang
Taruna;
d.
merekomendasikan penetapan lokasi pemberdayaan Karang Taruna kepada Menteri
Sosial;
e. menyusun
perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang pelaksanaan
pemberdayaan Karang Taruna tingkat provinsi;
f.
melaksanakan pemberdayaan Karang Taruna tingkat provinsi;
g.
peningkatan kapasitas tingkat provinsi bagi petugas pengelola pemberdayaan
Karang Taruna;
h.
pemantapan tingkat provinsi bagi pendamping Karang Taruna;
i.
melaksanakan penggalian dan pengembangan potensi Karang Taruna untuk tingkat
provinsi;
j. menyusun
petunjuk pelaksanaan yang terkait dengan pemberdayaan Karang Taruna untuk
tingkat provinsi;
k.
memfasilitasi pengembangan dan peningkatan Karang Taruna;
l.
memfasilitasi kegiatan Karang Taruna berskala provinsi;
m.
memfasilitasi koordinasi dan sinergi program dengan lintas sektor dan dunia
usaha di tingkat provinsi; dan
n.
melaksanakan pemantauan, supervisi, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan
pemberdayaan Karang Taruna.
Bagian Ketiga
Kabupaten/Kota
Pasal 36
Bupati/walikota
memiliki kewenangan:
a. melakukan
pendataan dan pemutakhiran data Karang Taruna by name by address secara berkala
setiap tahun secara sistimatis.
b. melaksanakan
hasil kajian, penelitian, dan pengembangan kebijakan pemberdayaan Karang Taruna
di tingkat kabupaten/kota sejalan dengan yang ditetapkan Pemerintah;
c.
melaksanakan persiapan pemberdayaan Karang Taruna yang terdiri dari sosialisasi
program pemberdayaan Karang Taruna untuk tingkat kabupaten/kota, persiapan
sosial, proses penyadaran, dan perencanaan partisipatif dalam rangka
pemberdayaan Karang Taruna;
d.
merekomendasikan penetapan lokasi pemberdayaan Karang Taruna kepada gubernur
dan/atau Menteri Sosial;
e. menyusun
perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang pelaksanaan
pemberdayaan Karang Taruna tingkat kabupaten/kota;
f.
melaksanakan pemberdayaan Karang Taruna tingkat kabupaten/kota;
g.
peningkatan kapasitas tingkat kabupaten/kota bagi petugas pengelola
pemberdayaan Karang Taruna;
h.
pemantapan tingkat kabupaten/kota bagi pendamping Karang Taruna;
i.
melaksanakan penggalian dan pengembangan potensi Karang Taruna untuk tingkat
kabupaten/kota;
j. menyusun
petunjuk pelaksanaan yang terkait dengan pemberdayaan Karang Taruna untuk
tingkat kabupaten/kota;
k.
memfasilitasi pengembangan dan peningkatan Karang Taruna;
l.
memfasilitasi kegiatan Karang Taruna berskala kabupaten/kota;
m.
memfasilitasi koordinasi dan sinergi program dengan lintassektor dan dunia
usaha di tingkat kabupaten/kota;
n. menyusun
laporan perencanaan pembiayaan pencapaian Standar Pelayanan Minimal bidang
sosial dalam pelaksanaan program pemberdayaan Karang Taruna; dan
o.
melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan pemberdayaan
Karang Taruna.
BAB VI
KOORDINASI
Pasal 37
(1)
Koordinasi pelaksanaan pemberdayaan Karang Taruna dilaksanakan oleh Kementerian
Sosial bekerja sama dengan pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota
serta bekerja sama dengan pihak lainnya yang berada di pusat, provinsi, maupun
kabupaten/kota.
(2)
Koordinasi Pelaksanaan Pemberdayaan Karang Taruna sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan secara berjenjang dan berkelanjutan sesuai dengan tahapan
pelaksanaan pemberdayaan Karang Taruna.
Pasal 38
Koordinasi
Pelaksanaan Pemberdayaan Karang Taruna dapat dilaksanakan melalui pengembangan
jaringan kemitraan secara lintas sektor baik dengan intansi, masyarakat, maupun
dunia usaha.
BAB VII
PENDANAAN
Pasal 39
(1) Pendanaan
pelaksanaan Pemberdayaan Karang Taruna yang diselenggarakan oleh pemerintah
provinsi bersumber dari:
a. anggaran
pendapatan belanja daerah provinsi; dan/atau
b. sumber
pendanaan yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pendanaan
pelaksanaan pemberdayaan Karang Taruna yang diselenggarakan oleh pemerintah
kabupaten/kota bersumber dari:
a. anggaran
pendapatan belanja daerah kabupaten/kota; dan/atau
b. sumber
pendanaan yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Pemerintah dapat memberikan bantuan pendanaan bagi pelaksanaan pemberdayaan
Karang Taruna yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi dan/atau pemerintah
kabupaten/kota.
BAB VIII
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Bagian Kesatu
Pemantauan
Pasal 40
(1) Untuk menjamin
sinergi, kesinambungan, dan efektifitas pelaksanaan kebijakan, program, dan
kegiatan pelaksanaan pemberdayaan Karang Taruna, Pemerintah, pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota melakukan pemantauan.
(2)
Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk mengetahui
perkembangan dan hambatan dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan
pemberdayaan Karang Taruna.
(3)
Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara berjenjang
melalui koordinasi dengan instansi/dinas yang menyelenggarakan urusan di bidang
sosial.
(4)
Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan mulai dari
perencanaan, penganggaran sampai dengan pelaksanaan kebijakan, program, serta
kegiatan pemberdayaan Karang Taruna untuk tahun berjalan.
Bagian Kedua
Evaluasi
Pasal 41
(1) Evaluasi
pelaksanaan pemberdayaan Karang Taruna dilakukan pada akhir tahun anggaran oleh
Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota melalui
instansi/dinas yang menyelenggarakan urusan di bidang sosial.
(2) Hasil
evaluasi pelaksanaan pemberdayaan Karang Taruna digunakan sebagai bahan masukan
bagi penyusunan kebijakan, program, serta kegiatan untuk tahun berikutnya.
(3) Evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB IX
PELAPORAN
Pasal 42
(1)
Bupati/walikota berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan pemberdayaan
Karang Taruna di wilayahnya kepada Gubernur.
(2) Gubernur
berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan pemberdayaan Karang Taruna kepada
Menteri yang membidangi urusan sosial dan Menteri yang membidangi urusan
pemerintahan.
(3) Laporan
pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan setiap
akhir tahun anggaran.
(4) Bentuk
dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 43
(1) Menteri
yang menyelenggarakan urusan di bidang sosial melakukan pembinaan dan
pengawasan secara berjenjang atas pelaksanaan pemberdayaan Karang Taruna kepada
pemerintah provinsi.
(2) Gubernur
melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan pemberdayaan Karang Taruna
kepada pemerintah kabupaten/kota.
(3)
Bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan
pemberdayaan Karang Taruna di wilayahnya.
Pasal 44
Masyarakat
dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemberdayaan Karang Taruna
sesuai dengan mekanisme dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Pada saat
Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Sosial Nomor 77/HUK/2010
tentang Pedoman Dasar Karang Taruna, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 46
Peraturan
ini dibuat sebagai norma, standar, prosedur, dan kriteria yang mengatur
mengenai Pelaksanaan Pemberdayaan Karang Taruna yang menjadi acuan bagi
pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota.
Pasal 47
Peraturan
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta
pada tanggal
23 Desember 2013
MENTERI
SOSIAL
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
SALIM SEGAF
AL JUFRI
Diundangkan
di Jakarta
pada tanggal
20 Januari 2014
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
AMIR
SYAMSUDIN
0 komentar:
Posting Komentar